Pertunjukan Tari : "Naik Balla" Antara Seni & Realitas

Oleh : Dita Pahebong
Sebuah karya Tari yang dikemas dengan apik oleh seorang koreografer Defina Rizki Azisa Mahasiswa Jurusan Seni Tari Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Negeri Makassar (UNM) dihelat pada 27 desember 2017 pukul 2: 00 di Cangrego Kabupaten Takalar.  Tari “Naik Balla” (naik rumah)  merupakan prosesi ritual yang wajib bagi orang Makassar saat hendak memasuki rumah yang baru selesai dibangun. prosesi ritual tersebut merupakan laku sosial yang kemudian diinterpretasikan melalui karya seni tari yang merupakan salah satu persyaratan untuk mata kuliah korografi 3 yakni Koregrafi Lingkungan.
tepat pada Jam 2 sore beberapa tokoh agama berdiri melingkar sambil melakukan Rate’ (barzanji) tepat pada ruang tengah rumah  sebagai tanda bahwa acara sedang berlangsung. beberapa menit kemudian disusul oleh seorang penari perempuan yang berbaju putih yang berperan sebagai Pangrita atau orang yang menjadi tokoh utama ataupun pemimpin dari keseluruhan prosesi ritual tersebut yang muncul dari arah ruang belakang rumah dengan membawa dupa sambil bergerak pelan ke_berbagai sudut ruang utama dengan iringan musik Pakballe Sumanga’ seakan memberikan gambaran pada penonton tentang proses Appasili (membersihkan atau mengusir hal-hal yang diyakini dapat membawa mala petaka pada rumah beserta isinya). Appasili dilakukan di  ruang  utama atau  dalam bahasa makassar (Appasili Kale Balla).
kemudian Pangrita bersama suami istri pemilik rumah  diikuti dengan pemusik berjalan menuju kolom rumah dalam bahasa makassar disebut sebagai Passiringang. di kolom rumah terdapat empat orang penari 3 di antaranya membawa properti dupa dan satunya lagi membawa beberapa jenis daun beserta ranting yang diikat menjadi satu dalam bahasa makassar disebut sebagai Pakba’basa’ yang merupakan salah satu persyaratan dalam proses Appasili.
Ke_3 penari bersama Pangrita bergerak rampak dan satunya lagi perlahan mengelilingi setiap tiang rumah seakan memberikan gambaran mengenai proses Appasili pada kolom rumah (Appasili Passiringang).  kemudian lanjut bergerak secara bersama-sama menuju halaman depan rumah tepat di depan tangga rumah, kemudian membentuk pola lantai diagonal dan lanjut bergerak rampak sampai menuju tempat penyimpanan sesajian yaitu gazebo yang terletak pada bagian depan rumah.
setelah penari sampai di gazebo penyimpanan sesajian, musik iringan berhenti sejenak dan para penari secara spontan mengipas wajah dengan tangan tampak sedang melepas lelah setelah melakukan proses Appasili di ruang utama dan kolom rumah (kale balla & Passiringan). tak lama kemudian bunyi gong yang disusul dengan bunyi  puik-puik dan Lele’ dan penari mulai duduk mengelilingi beberapa sesajian yang sudah disiapkan sebelumnya. para penari bergerak secara bersama-sama terlihat seperti mempersiapkan sesajian untuk melakukan proses Appassili selanjutnya. kedua pasangan suami istri sebagai pemilik rumah berdiri tegak seakan menyaksikan proses demi proses yang sedang belangsung.
lanjut penari berjalan menuju kolom rumah dan beberapa warga lainnya ikut membantu untuk mempersiapkan beberapa sesajian yang akan digunakan pada proses ritual selanjutnya. lanjut kedua penari dan diikuti oleh pemusik berjalan menuju sumur untuk mengambil air (Ammuntuli Je’ne) yang terletak dibagian belakang rumah. setelah sampai disumur, kedua penari bergerak dengan lembut mengelilingi sumur sambil menimba air dan lanjut berjalan menuju gazebo bagian depan rumah untuk melanjutkan persiapan sesajian.
setelah sesajian sudah disiapkan, perlahan penari berpencar dibeberapa titik didepan rumah sambil bergerak satu persatu hingga akhirnya kembali berkumpul bersama suami istri yang punya rumah dan gemuru pakanjara semakin memancarkan semangat dan semua penari, dan pasangan suami istri berjalan  menuju rumah (Kale Balla) dan pakanjara berhenti secara tiba-tiba sebagai tanda pertunjukan sudah selesai.

Secara keseluruhan karya tersebut mengalir serta mengikuti struktur prosesi ritual “Naik Balla” yang sebenarnya. Tali yang menjadi penguat cerita dalam karya tersebut terdapat pada struktur yang kemudian membawa penonton untuk lebih mudah memahami setiap adegan. 
struktur dan properti menjadi satu kesatuan yang erat dengan gerakan untuk membingkai alur cerita yakni prosesi ritual Naik Balla.
jika melihat pertunjukan secara keseluruhan ada hal yang menarik untuk digelitik yakni persoalan estetika yang terbagun berdasarkan realitas dan seni. sebelum menuju pada pembahasan mengenai seni dan realitas tentu kita kembali mengingat mengenai pemikir tentang seni dan realitas dimasa lampau.

Plato mengatakan seni adalah memesis atau tiruan yang erat kaitannya dengan keterampilan. sementara realitas yaitu peritiwa yang benar-benar terjadi baik itu peristiwa alam semesta ataupun peristiwa sosial, sesuatu yang real dan benar-benar ada (baca : Bagus). jika melihat karya tari Naik Balla merupakan sebuah interpretasi dari realitas yakni ritual naik balla yang kemudian direpresentasikan kembali melaui gerak tari. ada beberapa yang dapat menarik untuk kita dalami pada model karya seperti Naik Balla. salah satunya adalah gagasan seorang koreografer dalam memilih konsep dan keterampilan yang dimiliki pada setiap pemain untuk merealisasikan konsep tersebut. seorang seniman dalam hal ini koreografer tidak hanya sekedar mendambakan keterampilan tapi juga secara tidak sengaja menjadi seorang pemikir untuk memberikan nilai-nilai yakni nilai sejarah ataupun nilai artistik sebagai karya tari.
nilai sejarah terletak pada penyampaian kepada generasi sekarang ini mengenai proses ritual Naik Balla. kemudian nilai artistik yaitu nilai gerakan setiap penari dalam hal ini bentuk gerak tari secara keseluruhan yang memungkinkan memunculkan makna baru pada kehidupan sosial.  seperti yang dikatakan oleh Chernyshevsky bahwa hubungan seni dengan realitas ialah sama dengan hubungan sejarah dengan kehidupan.

kesimpulan yang dapat ditarik pada karya Naik Balla yaitu mengandung nilai sejarah dan juga nilai artistik yang sangat memungkinkan akan bermanfaat pada generasi sekarang baik itu sebagai pengetahuan maupun sebagai spirit baru dalam menciptakan karya-karya tari selanjutnya. 

Komentar

Postingan Populer