Perihal Kesenian Sul-Sel : Kreasi dan Tradisi Masih Pantaskah Untuk Dipermasalahkan?

Oleh : Dita Pahebong
Seni kerap kali menjadi perbincangan yang serius baik kalangan seniman, budayawan, ataupun kritikus. Apa lagi dengan kuatnya arus globalisasi serta beragamnya perspektif yang memungkinkan kesenian akan berkembang lebih cepat atau bahkan merosot dan lebih terpuruk.
Ditambah lagi dengan kurangnya pengamat, kritikus, sehingga perhelatan seni seakan terlepas dari sebuah oriantasi perkembangan. Dengan lahirnya tulisan ini bukan sebagai arah, penentu, ataupun sebagai pijakan dalam berkarya namun ini sebagai bentuk kegelisahan saya melihat perhelatan seni yang tampaknya semakin hari semakin menggelisahkan.
Seni sabagai objek  yang sangat fleksibel dan mampu memasuki ruang apa saja seperti misalnya ruang politik, pendidikan, ekonomi dan ruang-ruang lainnya. Di Sulawesi Selatan pergerakan kesenian tampaknya paling banyak dipengaruhi oleh ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa faktor ekonomi sehingga orientasi berkesenian tampaknya semakin sempit dan menjadikan seni sebagai kebutuhan pribadi atau kelompok tertentu. Namun pandangn ini tidak sepenuhnya benar karena dari sudut pandang yang berbeda, faktor ekonomi juga tampak memberikan kontribusi pada perayan-perayaan seni.  Tidak bisa dipungkiri bahwa berkesenian tanpa mendapatkan finansial juga sangat tidak mungkin. oleh karena itu, sehingga akhir-akhir ini banyak bermunculan kelompok-kelompok seni yang memang orientasi utamanya adalah Ekonomi.
Dengan orientasi ekonomi ini sehingga karya-karya yang lahir tampaknya wajib untuk bisa mengibur dan memanjakan mata. Ini bukan kesalahan dan menurutku suatu kelebihan tertentu jika mampu melahirkan karya yang nikmat untuk ditonton. Cuman saja, karya seni tidak cukup hanya dinikmati saja namun perlu adanya gagasan-gagasan yang tersirat baik itu yang berhubungan dengan kondisi sosial ataupun berhubungan proses kreatif sehingga pengetahuan dalam lingkup seni juga dapat berkembang setiap saat.
Kurangnya ruang-ruang diskusi perihal kesenian di Sulawesi-Selatan sehingga progres berkesenian tampaknya selangkah lebih tertinggal dibandingkan dengan progres berkesnian seperti Jawa dan Bali(baca: Jawa dan Bali). hal ini tentunya menjadi permasalahan serius yang perlu disiasati oleh para seniman yang ada di Sulawesi Selatan.
Persoalan Kreasi dan Tradisional menurutku persoalan yang sudah tuntas dan tidak perlu dipermasalahkan kembali. bukan berarti tidak penting tetapi menurutku kita harus membuka diri untuk tetap menerima kebaruan dan tetap mengupayakan perkembangan.  Dalam jurnal Em Sah’as, Dalam Pedoman Rakyat, 23 juli 1993, halaman 11 dikemukakan oleh Mantan manejer hotel Syahrir Maulana, yang berpengalaman luas dalam bidang promosi seni, ia menyatakan bahwa prihatin pendeknya keberanian berkreasi di Sulawesi Selatan dibandingkan dengan apa yang dijumpai di Provinsi lain (seperti Jawa Tengah, Sunda, dan lainnya). Ia mengeluh Sulawesi Selatan membutuhkan banyak seniman yang bisa memecahkan kekakuan praktik lama. Setiap kali kesenian dibutuhkan dalam tingkat internasional tentu saja yang utama dipanggil adalah Jawa dan Bali. penyebabnya tentu saja karena kesenian daerah belum mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. (baca sutton 2013 halaman 60).
Salah satu contoh yang paling kongkrit saat Bu Nani tampil dalam satu pertunjukan di Mamajang , Ujung Pandang, dalam rangka Peringatan Kemerdekaan Indonesia Ke-54, Agustus 1999 dengan tarian Pakarena dengan mengambil beberapa gerakan khusus yang dan dikemas dengan durasi kurang dari sepuluh menit (baca: Sutton). Perubahan radikal yang dilakukan  Bu Nani dapat dilihat pengarunya sampai saat ini bahkan yang paling dikenal secara luas sebagai tari Sulawesi Selatan adalah Pakarena Karya Bu Nani.
Selain itu, munculnya Pepe-Pepe Baine dari  Sanggar Seni Sirajuddin Bantang yang juga cukup menarik perhatian dan menginspirasi beberapa pelaku seni lainnya. Juga serupa dengan yang dilakukan Oleh Mantra Bumi yang sangat Khas dengan silatnya (manca)  dengan kemasan yang cukup aktaraktif sehingga Pamanca sekarang sudah banyak yang melirik. Meskipun pamanca ini sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu namun akhir-akhir ini yang paling sering ditemukan dalam panggung pertunjukan yaitu Mantra Bumi. 
Upaya-upaya demikian yang sangat dibutuhkan dalam perayaan seni disulawesi selatan. Bukan berarti harus dituntut untuk melakukan kebaruan namun saja perlu adanya perhatian dalam hal proses kreatif yang dapat menstimulus pelaku seni lainnya sehingga kesenian tidak hanya jalan di tempat.
Menurutku ini adalah salah satu tugas utama para pelaku seni yang tidak hanya terlibat pada perayaan dan mengikuti karya-karya yang sudah ada sebelumnya. Perlu mengambil bagian perihal pengembangan seni Sulawesi Selatan dalam hal berkarya sehingga selalu ada warna baru yang dapat memberikan kesan kebaruan yang selalu menstimulus para pelaku seni lainnya.
Selain dari proses kreatif juga perlu adanya kritikus seni yang setiap saat dapat mengulas pertunjuka-pertunjukan dan dipublikasikan baik dalam media cetak ataupun media online sehingga informasi dapat diserap oleh khalayak yang lebih luas. Karena menurutku kurangnya literatur dan informasi seni juga menjadi persoalan di Sulawesi Selatan sehingga banyak dari mereka yang tidak mengetahui bagaimana progres berkesenian yang lagi terkemuka.

Komentar

Postingan Populer