MUSIK HIBURAN DALAM UPAYA PELESTARIAN SASTRA LISAN MAKASSAR

Oleh: Dita Pahebong
Mahasiswa Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Pelestarian budaya lokal sudah menjadi wacana publik. Bukan hanya pada kalangan seniman, budayawan, pendidikan, bahkan pada pihak pemerintahan pun mempunyai pemikiran serupa. sudah sejak dulu memperjuangkan pelestarian budaya lokal meskipun sampai saat ini budaya lokal belum mampu berdiri sama tinggi dengan budaya-budaya populer di dalam kehidupan yang penuh hiruk-pikuk. Perlu kerja ekstra buat seluruh pihak untuk memposisikan budaya lokal sebagai sesutu yang penting untuk diperjuangkan. Memang bukan hal yang mudah untuk menjangkau hal tersebut, dimana budaya-budaya asing kini terlihat mampu mewarnai kehidupan setiap harinya. Hal ini terjadi karena tehnologi sudah menjadi "hiburan" yang penting pada setiap kalangan.
Sejauh yang kita ketahui bahwa  sastra lisan sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang paling dekat di masyarakat dan mengandung makna yang berupa pesan moral, doa, harapan, dan semacamnya (Lihat sastra lisan Makassar). Dewasa ini tampaknya ada jarak antara masyarakat yang masih sering menggunakan sastra lisan dengan generasi penerus. selain itu keterbatasan konteks dalam sastra lisan juga menjadi pengaruh, dimana sastra lisan hanya dilakukan pada hal-hal tertentu yang  jauh dari kehidupan generasi penerus (remaja).
Salah satu contoh Kelong-kelong  atau Royong  yang sering didendangkan saat menidurkan anak-anak atau saat berktifitas, Doangan  (doa-doa), Paruntukkana (pribahasa), Pappasang  (pesan-pesan) dan semacamnya. Beberapa sastra lisan ini dulunya hanya ditemukan pada masyarakat dalam konteks-konteks tertentu dan sampai saat ini sudah sangat jarang dijumpai.
Melihat pentingnya "hiburan"dalam kehidupan bersosial sehingga muncul upaya untuk menggali kembali budaya-budaya lokal  melalui sastra lisan kemudian dikemas dalam bentuk hiburan dan menyesuaikan selera-selera generasi penerus. Hal ini kemudian menjadi daya tarik sekaligus menjadi jembatan yang dapat diakses untuk menuju esensi budaya-budaya lokal.
Hiburan yang paling dekat pada masyarakat salah satunya adalah musik. Musik sudah menjadi konsumsi publik dan tidak memandang usia baik itu muda atau pun tua. Maka dari itu tampaknya ada peluang besar ketika menjadikan musik ini sebagai salah satu sarana hiburan dengan konsep yang berangkat dari peristiwa lokalitas yaitu sastra lisan. Kita tau bahwa musik merupakan salah satu seni yang multipersepsi, diluar dari itu seharusnya kita menghindar dari anggapan-anggapan tersebut. Masih banyak jalan yang bisa menjadi solusi untuk mempermudah para pendengar untuk mengetahui apa yang ingin kita sampaikan pada musik yang kita ciptakan.
Salah satu cara adalah menggali sastra lisan yang ada di sekitar masyarakat kemudian dikemas dalam bentuk lagu. Hal ini lebih memberikan kontribusi dalam pengembangan budaya dibandingkan mengcover lagu-lagu dari budaya luar yang belum tentu lebih baik dari budaya lokal itu sendiri. Salah satu contoh lagu yang terdapat pada iringan tari ganrang bulo, dan singrilik sudah menjadi hiburan yang dikenal banyak orang. Ini bisa menjadi salah satu contoh bahwa besarnya peranan ruang hiburan dalam pelestarian budaya-budaya lokal. Meskipun belum sepenuhnya mampu menerobos semua kalangan.
Begitu juga dengan musisi-musisi pencipta lagu daerah degan iringan orgen tunggal. Kini sudah dapat dikatankan sebagai musik populer khususnya di lingkup sulawesi selatan (pop daerah). Secara kuantitas lagu-lagu pop daerah sudah cukup mewakili sebagai identitas lagu-lagu makassar. 
Dalam hal ini tidak ada maksud untuk mendorong para musisi untuk membesar-besarkan musik populer hanya saja dapat diyakini bahwa dalam perjalanan budaya musik populer mampu menentukan ruang sendiri. Meminjam kalimat David Hesmondalgh yang mengatakan bahwa musik popular setidaknya mampu membentuk kekuatan sosial dan nilai budaya baru.
Dengan pembahasan di atas tentunya sastra lisan mendapat ruang yang sangat potensial ketika dijadikan sebagai sumber dalam penciptaan lagu-lagu daerah kemudian dikemas dalam bentuk yang lebih kekinian. Apalagi dengan melihat beberapa komunitas-komunitas saat ini yang cukup mampu dalam menciptakan lagu dengan iringan yang memadukan antara instrument musik tradisional dengan instrument barat yang dikenal dengan World Music.
World Music dalam kamus Collins English Dictionary  diartikan sebagai musik populer yang berasal-usul etnis, dengan gaya dan jenis diluar tradisi pop Barat dan musik rock. World music  dikatakan sebagai sebuah genre yang sedang naik daun di tengah lesunya peminat musik tradisional. Mencampurkan berbagai instrumen dalam sebuah garapan musik merupakan semangat di jaman ini (lihat : Citra Aryandari).
Dengan lahirnya lagu-lagu daerah yang berangkat dari sastra lisan kemudian dikemas dengan bentuk world music  sehingga mampu menarik perhatian kalangan penikmat musik saat ini. Dengan itu, maka meperkenalkan esensi-esensi budaya lokal akan lebih efektif. Dengan upaya tersebut, bukan hanya melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lisan melainkan pengembangan kreatifitas, pengetahuan, begitu juga dengan instrumen tradisional seakan medapat ruang dan fungsi baru diluar dari fungsinya untuk mengiringi proses ritual.
Dalam pelestarian budaya nampaknya pemerintah dan para pemerhati seni budaya juga mempunyai peranan besar sehingga sangat memungkinkan ketika hal-hal seperti di atas diberikan wadah semacam festival musik dengan sasaran komunitas, pendidikan, bahkan perguruan tinggi (remaja) sehingga dapat generasi penerus sekaligus menciptakan ruang kreatif untuk menuju esensi-esensi yang terkandung pada budaya-budaya lokal.

Dimuat : Gocakrawala rabu 8 februari 2017

Komentar

Postingan Populer